“Suami saya menyeleweng, dan dia sekarang tinggal bersama pacarnya di kota X. Hanya pulang di saat weekend, ke kota kami.” seorang perempuan muda, berwajah sangat cantik, bermata besar seperti menjangan, dan berambut panjang, hadir di ruang konsultasi kami. Tatapan matanya kosong. Terlihat sangat sedih dan kalut, tetapi tidak menangis.
“Anak kami dua orang. Usia 5 dan 1 tahun.”
“Sudah menikah lagi ya, suaminya?” tanya Ade.
“Belum… baru pacaran saja.”
“Oh gitu? Karena di sini terlihat sudah menikah dan… hmmm… cewenya sedang hamil.” lanjut Ade sambil mengetuk-ngetukkan jari ke kartu-kartunya.
“Sudah menikah kok nih….” gumam Ade seolah berkata ke dirinya sendiri.
“Wah saya nggak tahu bu. Kata suami saya, itu cuma teman bisnis kok. Tapi intuisi saya mengatakan, mereka pacaran.”
“Intuisimu benar mbak. Mereka bukan kawan bisnis. Cewenya agresif nih…” ujarku sambil melihat ke kartu-kartuku.
“Lalu mbak diam saja?” tanyaku lebih lanjut.
“Saya nggak berani ribut mbak… Saya tidak bekerja, anak saya dua, masih kecil semua. Semua uang rumah tangga dipegang suami saya. Saya hanya dikasih uang belanja mingguan. Kalau butuh baju atau make up, belinya bareng suami saya. Dia akan bayar pakai credit card. Usia kami terpaut jauh, 18 tahun. Dia duda, ketika kami menikah… Saya gadis, baru lulus SMEA, bekerja baru 6 bulan di supermarket, lalu dilamar tanpa proses pacaran. Suami saya meminta saya melalui orang tua saya…”
Seketika aku lemas…! Ini lho yang selalu ku khawatirkan…!!! Perempuan adalah penyangga kehidupan (kehidupan anak-anaknya!) namun tidak memiliki akses nafkah. Kalau sudah begini, mau menyangga kehidupan dengan cara apa…???
Dengan cara menahankan derita! Terpaksa menerima nasib yang buruk dan pahit. Hanya supaya bisa makan.
((((Hanya supaya bisa makan))))
Wajah rupawan itu melongo memandangi kami, seolah tak punya daya hidup lagi. Dia menunggu dengan hening… sementara kami sibuk mengocok dan menebar kartu, menggali jawaban sebanyak yang bisa kami ‘cangkul’.
Kartu-kartuku menunjukkan bahwa dia memiliki masa depan yang bagus, punya potensi sebagai business woman.
Aku sendiri terpana melihat kartu-kartuku. Hah? Masak sih orang ini punya bakat sebagai pebisnis? Wajah dan ekspresinya khas stereotip ‘the blondies’ alias wanita-wanita berambut pirang yang sering digambarkan ‘berotak kosong.’
Aku melongok ke kamera, ke arah kartu-kartunya Ade. Lho…! Kok sama…! Ada kartu bermasa depan cerah di sana…
“Gini ya, mbak bersedia nggak, diterapi dulu? Ini daya juangmu belum terdevelop lho… Ini harus dibangkitkan dulu. Karena mbak punya potensi besar lho…! Masih terkubur saja nih…”
Ade menjelaskan.
Hatiku plong. Berarti dugaanku keliru. Perempuan ini tidak sebloon ekspresinya. Kartu-kartuku cocok dengan kartu-kartunya Ade.
Perempuan ini berpikir sebentar, terkait biaya terapinya. Lalu dengan ragu berkata, “Saya ambil cicilan saja di toko online Garuda Amerta ya…”
Singkat cerita, kami meng’coachAwikan’ dia, alias mengirimkannya ke Coach Awie, untuk diterapi.
********
Sebulan kemudian, dia datang kembali.
“Betul mbak. Suami saya sudah menikah siri… dan pacarnya hamil tua sekarang. Saya harus bagaimana?”
Kembali, kami mencari jawaban. Lalu menyusun strategi. Kami menyarankannya :
~ pertahankan pernikahan dulu
~ membuka usaha bersama seorang perempuan senior.
~ Cari, siapa perempuan ini. Ciri-cirinya : XYZ.
~ Bisnisnya di sektor makanan.
~ Modalnya minta ke suamimu, mintanya dengan cara yang manis dan melibatkan hubungan badan yang memuaskan.
~ Teruslah bersikap manis, pakai strategi ‘winning without confrontation’.
~ Fokus ke dirimu, anak-anakmu, bisnismu, suamimu, dan rumah tanggamu ketika suamimu ada di rumah.
~ Abaikan perempuan itu, anggap saja dia tidak ada, dan anggap saja suamimu adalah pelaut yang pulang seminggu sekali.
“Siap.” Perempuan itu menyatakan sikapnya. Sudah mulai terlihat tegas sekarang….
********
Selusin purnama berlalu. Kemarin perempuan ini hadir lagi ke ruang konseling kami, sambil duduk di dalam mobil. Rambutnya pendek sekarang. Menyentuh bahu. Wajah cantiknya cerah, matanya bersinar ramah. Dan ekspresinya…! Aku suka ekspresi itu! Ekspresi perempuan percaya diri!
“Saya bisa nyetir bu, sekarang. Ini mau jemput anak sekolah.
“Terus bisnisnya gimanaaa..? Lancar kaaan???” Sambut Ade dengan meriah.
“Alhamdulillah bu. Saya dan kakak perempuan saya jadi pemasok sayuran dan bahan-bahan masakan ke beberapa klinik dan rumah sakit… Betul bu, ternyata lancar. Ini mobil dari hasil usaha kami…”
“Wooow.…!”
Ade dan aku sumringah luar biasa! Nggak ada yang paling membanggakan kami selain melihat anak-anak kami berdaya, dan melihat klien-klien kami sukses, terutama klien perempuan yang menemukan dirinya sendiri lalu menapaki jalan hidupnya dengan bahagia…!
“Terus… mau tanya apa kali ini…?” Ade bertanya dengan riang gembira.
“Mau tanya bu, apakah sebaiknya saya bercerai ya?”
“Lhooo kenapa?”
“Suami saya bangkrut bu. Dan dia sudah nggak pernah ke rumah istri sirinya lagi. Sekarang sayalah yang harus menafkahinya… padahal anak kami dua, dan sekolah di sekolah mahal semua… Saya lumayan berat ini bu… kan saya masih merintis usaha… dan harus mulai menabung untuk biaya kuliah anak-anak saya…”
Jeng jeeeeng… Ade dan aku saling berpandangan sambil nyengir kecut
Sampai di sini saja, kisahnya ya. Karena episode mbak cantik ini kemudian, adalah kisah lain…
Yang jelas, inti dari kisah nyata ini adalah :
SEMUA ORANG itu memiliki potensi yang luar biasa. Semua orang.
Jika SEMUA ORANG menggali dan mengembangkan potensi-potensinya, tak akan ada lagi orang yang tergantung sepenuhnya pada orang lain (alias secara tidak sehat)… hanya untuk bisa makan.
Temukan siapa dirimu.
Kembangkanlah.
Lalu berjalanlah memetik bulan di langit yang tinggi.
Kami di sini siap memberikan layanan dari berbagai aspek : psikologi, grafologi, hipnoterapi, cartomancy, dan strategi bisnis
Pendaftaran :
@infoGAC.com, di bagian Garuda Amerta Whatsapp
——-
Catatan :
Detail kisah telah diganti, ditambah, dikurang. Tapi intinya tetap sama. Jika ada kesamaan kisah, itu hanya kebetulan.