Ya, aku mulai belajar di training-training coach Awie Suwandi sejak tahun 2009. Wah, berapa tahun yang lalu ya itu? Limabelas tahun. Lalu tahun 2022 mulai bekerja sama dengannya.
Kembali ke cerita pergi dengan pasangan ini, aku jadi lebih banyak ngobrol dengan istrinya, Sartiny. Perempuan cantik, mungil tapi tangguh (nyetirnya kayak sopir bis antar pulau : sas set, trengginas), selalu berdandan rapi, bermake up lengkap dan rambut tertata apik ini, adalah teman ngobrol yang asik. Wawasannya luas, ngomongnya ceplas-ceplos, bawaannya periang.
Di sepanjang perjalanan, mampir ke supermarket, jalan lagi, sampai ke restoran… kami asik membahas kristal dan manfaatnya, politik, kasus hukum yang terjadi di negeri ini, bisnis-bisnis kami, tempat-tempat kuliner (kalau bahas ini, aku yang menjadi pendengar! Ternyata, keluarga ini expert di urusan berburu tempat makan enak… Mereka suka blusukan sampai ke pinggiran Jakarta, bahkan tahu di desa apa di Bali yang jambu bolnya enak, di dalam gang apa di Yogya yang ada gudeg enak…)
Lantas, kenapa pergi dengan pasangan ini, tapi aku malah mayoritas ngobrol dengan istrinya?
Karena Coach Awie ditelpon bolak-balik oleh kliennya! Dan seharian kemarin, kudengar ada 3 orang yang SULIT MENINGGAL, yang dibantunya untuk ‘melanjutkan perjalanan’
Demikian selintas-selintas yang kucuri dengar, selama perjalanan :
~ Ada telpon masuk, mengabari kalau dokter sudah menanyakan keputusan keluarga atas nasib bapak mertuanya yang berusia 88 tahun : perlu dibantu dengan alat bantu sampai kapan? Bapak ini sudah koma berbulan-bulan, organ-organ badan sudah ‘hancur’. Kenapa sulit meninggal? Tolong Coach Awie meneropong, apakah yang diberatkan oleh bapak mertua? Apa saja keinginan terakhirnya?
Wo lhaa… ternyata beliau gelisah tentang sebidang tanah yang dimilikinya di Sulawesi. Tanah berhektar-hektar itu, siapa yang mau mengurus? Anak-anaknya telah menolaknya semua. Nggak ada yang mau kewarisan tanah itu. Mereka menganggap tanah itu membawa sial karena nggak bisa digarap. Selalu memakan korban nyawa karyawan.
Bermenit-menit coach Awie menawarkan berbagai solusi : tanah itu akan dibersihkan oleh Coach Awie (dilihat sebagai tanah yang ditunggui oleh leluhur asli pemilik tanah yang awal), lalu akan dijual, dan hasilnya dibagi untuk anak-anak sang bapak yang koma itu, sebagian akan disumbangkan ke keturunan pemilik tanah yang awal, agar leluhurnya tenang di ‘alam sana’. Tentu, anak-anak sang bapak perlu menelusuri ke Sulawesi, mencari keturunan asli pemilik tanah yang awal. Anak-anak sang bapak setuju melaksanakannya.
Pagi ini, dalam sarapan, didapat kabar bapak tadi telah meninggal dengan tenang. Kurang dari 24 jam setelah anak-anaknya membisikkan rencana tentang tanah berhektar-hektar itu…
~ Kemarin juga ada telpon masuk, yang mengabarkan kakaknya yang telah berbulan-bulan di rumah sakit, sudah ngabisin biaya hampir 1 milyar, tapi tak kunjung sembuh. Juga tak kunjung meninggal. Ada apa? Ooo ternyata punya ‘jimat’. Untuk yang ini, coach Awie menjauh dari kami, duduk di pojokan restoran… dan terlihat serius bicara di telepon. Hampir 1 jam…!
Ketika coach Awie kembali ke meja makan, dengan riang dia berkata : “Kita tunggu ya. Nanti malam mendengar kabar orang itu pasti sudah meninggal. Jiwanya sudah ingin pergi, sebenarnya. Tapi tertahan oleh jimat yang ‘penunggunya’ galak dan nggak mau ‘pensiun’…”
Aku ketawa… Kok ada, entitas yang nggak mau pensiun..???
Eh bener. Tadi malam, sekitar jam 23.00 coach Awie berkata “Bener Na. Sudah jalan…”
~ Lalu juga ada seorang nenek yang sulit meninggal. Sudah berbulan di rumah sakit juga. Dan kudengar coach Awie bilang “Ibu ini pernah keguguran ya? Saya lihat ada arwah bayi bergelantungan di jantungnya….”
“Lho nggak ada” kata anak-anaknya. “Mama nggak pernah keguguran. Cuma kami inilah anak-anaknya…”
“Ada. Wajah bayi itu mirip kalian semua kok. Mungkin ibunya nggak pernah cerita.”
Anak-anak si ibu ribut. Karena si ibu yang sakit kanker itu, jantungnya memang kuat. Sehat, meskipun hampir semua badan sudah tersebar kanker. Aneh tapi nyata. Rupanya si janin bertahan di jantung. Menjaga agar jantung ibunya tetap kuat. Dia nggak mau ibunya mati tanpa membawa dia serta.
Lalu kudengar Coach Awie memberikan arahan-arahan. Pertama, mempersiapkan si Janin, yang katanya mengaku sebagai anak kedua untuk mau let go. Kedua, akan menyeberangkan ibunya, bersama bayinya….
Sampai di kisah soal bayi yang gugur ini… emosionalku ambrol. Mataku berkaca-kaca…..
Di postingan berikutnya, akan kuceritakan tentang pengalamanku terkait bayi-bayi yang diaborsi atau keguguran alamiah….
Catatan :
Jika membutuhkan jasa coach Awie, bisa menghubungi Sarah (admin Garuda Amerta) :
0813 8080 2768
Atau coach Elang (admin Garuda Amerta) :
0813 8080 5762